Wednesday, February 13, 2008

MENYIMAK UNGKAPAN DALAM KITAB SUCI, ANTARA SIMBOL DAN REALITA

Cobalah simak Yesaya 2. Di situ disebutkan “Zion” (Nama salah satu Bukit tempat kota Yerusalem berada) adalah “pusat kerajaan damai” karena dari sanalah lahir ajaran yang akan membawa dunia ini ke jalan perdamaian. Ajaran dari sana itu setidaknya dibawa oleh dua agama besar dunia saat ini, yaitu: Kristen dan Islam. Jadi secara “inheren” (melekat di dalamnya), realita yang terjadi adalah benar apa adanya. Asal kata “Yerusalem” sendiri diduga berasal dari kata “U-ru-sa-lim” yang terdapat dalam naskah “Tell-el-Amarna” (1400 SM) dan memiliki arti “Kota Salim” atau “Kota Damai” Tetapi ada kenyataan lain yang sangat bertolak belakang dengan yang pertama: Wilayah sekitar Yerusalem adalah wilayah yang paling banyak terlibat perang fisik dari jaman dahulu sampai sekarang!”. Dua kenyataan sekaligus yang bertolak belakang sama sekali. Apa artinya ini? Artinya adalah kita harus memisahkan secara jelas antara “apa yang diduduki oleh Allah” dan “apa yang diduduki oleh manusia”. “Zion” yang diduduki oleh Allah adalah “Zion” yang membawa damai, dan “Zion” yang diduduki oleh manusia adalah zion yang lainnya, yang entah kapan damainya.
Saudara seiman yang saya kasihi, membaca kitab suci seringkali menemukan banyak kalimat-kalimat (dalam hal ini saya sebut) “simbolik” yang tidak bisa diartikan lurus begitu saja. Dan karena manusia ini jumlahnya banyak, maka sangat tidak aneh kalau tafsiran yang muncul itu biasnya juga beraneka ragam, mulai dari yang bijak sampai yang “gombal”. Saudara kita, kaum Komunis, sampai kesal melihat tingkah polah orang-orang beragama yang lebih cenderung berbuat mistis daripada realistis: dalam keadaan miskin dan menderita bukannya berbuat sesuatu yang bisa mengangkat derajat hidupnya, ee…malahan berdo’a terus seharian! Lha..kapan mau memperbaiki keadaan? Alhasil keluarlah kemarahan mereka: “Agama adalah candu rakyat!, harus diganyang!, bikin orang teler dan tidak realistis!”. Jadi awalnya, apa yang dilihat orang komunis itu ada benarnya: Banyak orang beragama yang berlaku “gombal”. Tetapi dalam prakteknya ternyata kaum komunis kebablasan karena kelewat bersemangat main ganyang terus. Didukung oleh kekuasaan dan tentara, mereka membabat habis segala bentuk ibadat agama tanpa ampun. Karena semangat itu pula, mereka tidak sadar telah memperlakukan mahluk ciptaan Tuhan seperti “tanah liat” yang bisa mereka bentuk sesuka hatinya. Akhirnya waktulah yang menguji segalanya. “Apa yang datang dari Allah akan abadi” dan “Apa yang datang dari manusi akan musnah”. Itulah sejarah yang terus berulang dalam kehidupan manusia di dunia ini. Kadang untuk mendapatkan “mutiara” dalam kehidupan, manusia harus melalui pengorbanan yang luar biasa besarnya dengan harga yang benar-benar amat sangat mahal. Kesalahan demi kesalahan menguji semua itu. Oleh sebab itu, berbahagialah orang yang bisa mendapatkan “mutiara” itu dengan cara yang mudah dan damai, dan itu adalah orang-orang yang membaca kitab suci dengan segenap hati, pikiran, dan pengamatannya terhadap realita yang ada, sehingga roh kudus berkenan menunjukkan kebenaran yang terkandung di dalamnya
Ada contoh yang baik bagaimana beda penafsiran menimbulkan perbedaan tingkah laku pembacanya. Kita ambil salah satu paragraf yang sangat terkenal dalam kitab suci, yaitu dalam do’a yang diajarkan Yesus sendiri: “Jadilah kehendakMu, ya Bapa, Di atas Bumi seperti di dalam Surga”. Paragraf ini kita simak bersama dengan paragraf: “Pada akhir jaman Tuhan akan datang dengan segala kemegahanNya dengan berselimutkan awan, dst…..”. Menafsirkan dua paragraf ini saja, umat Kristen langsung akan terbagi dalam dua kelompok besar:
Kelompok pertama adalah kelompok mistikus, yaitu kelompok yang tiap hari mengucapkan do’a itu sambil “merem-merem serius” tapi tak pernah berbuat apa-apa untuk ikut mewujudkan terciptanya kondisi Bumi agar kelak seperti di dalam Surga. Dalam hatinya yang ada adalah: “Kan Tuhan bisa bim-salabim, maka sekejap juga Bumi jadi Surga! Buat apa repot-repot ikut mikirin, percaya saja, beres, gampang, kan?, gitu aja kok repot! Apalagi sudah jelas dikatakan bahwa Tuhan akan datang berselimutkan awan!, memisahkan yang benar dan yang tak benar. Jadi buat apa ikut campur? Gimana maunya Tuhan ajalah.”
Kelompok kedua adalah kelompok realistis-religius. Kelompok ini sadar bahwa usia Bumi ini sudah jutaan tahun dan selama waktu itu ternyata tingkat kemuliaan manusia baru mencapai titik seperti sekarang ini. Dibutuhkan waktu yang masih amat sangat panjang untuk menciptakan kondisi “Bumi seperti di dalam Surga”. Seberapa panjang waktu itu sebenarnya sangat tergantung dari peran manusia sendiri untuk ikut campur di dalamnya. Jadi kalau ada orang yang ngomong bahwa sebentar lagi dunia mau kiamat hanya gara-gara banyak bencana, itu adalah omongan yang paling ngawur dan tak ada konteksnya sama sekali dilihat dari susahnya evolusi Bumi ini menuju ke arah kemuliaan yang diinginkan Tuhan. Itu omongan khas Nabi Palsu. Tuhan ingin membuat Bumi ini seperti di dalam Surga adalah untuk manusia, bukan untuk diriNya sendiri. Dan amat sangat mustahil bahwa Surga itu isinya orang-orang yang mau terima beres dan enak sendiri tanpa berbuat apa-apa. Juga amat-sangat mustahil bahwa Tuhan akan menghancurkan Bumi dengan sekali tendang ketika bumi tengah berjuang menuju kemuliannya yang telah dijalaninya dengan terseok-seok selama jutaan tahun, bahkan telah dikirimNya PutraNya sendiri ke Bumi untuk mempercepat proses itu. Oleh sebab itulah kelompok ini sangat menyadari: “Jangan cuma komat-kamit meluncurkan do’a itu setiap hari, tetapi mari kita perjuangkan semua itu bersama Tuhan!”
Saudara, anda termasuk kelompok yang mana? Lupakanlah masa lalu kalau anda merasa ada di kelompok yang pertama, dan mari hidup dalam kelompok yang kedua. Mengapa begitu? Karena iman kita jelas: “Jesus itu ya Allah ya Manusia, bukan cuma Allah tok yang bisa berbuat bim-salabim dan menyenangkan semua pengikut “Harry Potter” (Itu tokoh fiksi dalam dunia sihir-menyihir). Tuhan itu Maha Mulia, ya, saya tahu. Dan Dia juga menginginkan kita manusia jadi mulia, sampai-sampai Dia mau menjelma menjadi manusia untuk mengurus kita, menemui kita yang serba belepotan ini secara langsung, untuk menegakkan kita dalam dunia yang masih jauh dari sempurna ini. Percayalah, kita tidak mungkin mencapai kesempurnaan itu dalam sekejap, bahkan butuh kerja keras dengan mengerahkan seluruh kemampuan terbaik yang sudah diberikan pada kita: akal budi, fisik yang sehat, keluarga yang damai, dan semoga penyelenggara Negara yang semakin baik, serta masih banyak lagi. “Dunia seperti dalam Surga” tidak akan pernah tercapai ketika kelompok mistikus jumlahnya selalu jauh lebih besar daripada kelompok realistis-religius, apalagi kalau ditambah dengan kelompok anarkis, teroris, imperialis, dan lain-lain yang sangat melecehkan kemuliaan manusiawi itu sendiri. Mari kita semakin “membumi” dan jangan “ngawang” terus. Sekecil apapun yang bisa kita sumbangkan untuk kemuliaan, akan kita kerjakan dengan semangat pelayanan yang tinggi.

SIS 1 2,
http://sis12.blogspot.com

No comments: